Sepanjang penelusuran penulis ditemukan teks-teks yang digunakan landasan dalam menetapkan awal waktu salat bersifat interpretatif. Sebagai imlpikasinya terdapat perbedaan dalam menetapkan awal waktu salat. Ada yang menetapkan menjadi tiga dan ada pula yang menyebutkan lima waktu.
Di Indonesia yang lebih berkembang adalah pendapat yang kedua. Ini didasarkan pada pemahaman terhadap ayat 103 surat an-Nisa’, 78 surat al-Isra’ dan 130 surat at-Taha dan didukung pula dengan hadis Jabir ibn Abdulllah yang diriwayatkan oleh Ahmad, Nasa’I dan Tirmidzi.
Dari pemahaman terhadap teks-teks tersebut dirinci ketentuan waktu-waktu salat sebagai berikut:
- Waktu Dzuhur
Waktu dzuhur dimulaisejak matahari tergelincir, yaitu sesaat setelah matahari berkulminasi dalam peredaram hariannya sampai tiba waktu asar.
- Waktu Asar
Waktu asar dimulai saat bayang-bayang suatu benda sama dengan bendanya ditambah dengan bayang-banyang saat matahari berkulminasi.
- Waktu Maghrib
Waktu maghrib dimulai sejak matahari terbenam sampai tiba waktu Isya.
- Waktu Isya’
Waktu Isya dimulai sejak hilang mega merah sampai separo malam (ada juga yang menyatakan bahwa akhir salat Isya adalah terbit fajar.
- Waktu Subuh
Waktu subuh dimulai sejak terbit fajar sampai terbit matahari.
Rumusan-rumusan tersebut masih membuka peluang untuk didiskusikan. Sebagai contoh dalam program Mawaqit, konsep awal waktu asar adalah pertengahan awal dzuhur dan awal mahgrib. Pendapat ini didasarkan bahwa salah asar juga sering disebut Salat Wustha.
Awal Asar = Awal Dzuhur + Awal Maghrib
2
Kenyataan ini menimbulkan polemik di kalangan para ahli hisab. Akan tetapi jika ditelusuri lebih jauh pola pikir semacam ini sah sah saja karena pengakuan penyusun program sendiri menunjukkan adanya usaha untuk mengkombinasikan antara teori-teori hisab dan astronomis. Dengan demikian jika yang dilihat adalah proses perumusan konsep maka polemik tidak perlu terjadi. Akan tetapi jika yang dipotret adalah hasilnya, maka yang terjadi adalah perdebatan padahal hal ini tidak diinginkan oleh penyusun program. Penyusun merasak kesulitan ketika hendak mengaplikasikan konsep-konsep yang telah ada, karena jika konsep tersebut diterapkan, maka ada beberapa tempat yang tidak terjangkau.
Begitu halnya waktu salat subuh yang relatif banyak diperselisihkan oleh para ulama. Para ulama sepakat bahwa salat subuh berakhir pada saat matahari terbit, sedangkan awal subuh banyak mengalami perdebatan. Awal salat subuh dapat dikatakan berkebalikan dengan awal salat Isya. Bedanya kalau subuh kedudukan matahari di bawah horizon sebeleh timur, sedangkan waktu Isya kedudukan matahari di bawah horizon sebelah barat.
Di Indonesia pada umumnya salat subuh dimulai pada saat kedudukan matahari 20 derajat di bawah ufuk hakiki (true horizon). Hal ini bisa dilihat misalnya pendapat ahli falak terkemuka Indonesia, yaitu Saadoeddin Djambek yang disebut-sebut oleh banyak kalangan sebagai mujaddid al-Hisab. Beliau menyatakan bahwa waktu subuh dimulai dengan tampaknya fajar di bawah ufuk sebelah timur dan berakhir dengan terbitnya matahari. Dalam ilmu falak saat tanpaknya fajar didefinisikan dengan posisi matahari sebesar 20 derajat.
Hal senada juga disebutkan oleh Abdur Rachim yag menyeutkan bahwa awal waktu subuh ditandai oleh tampaknya fajar sidiq dan dianggap masuk waktu subuh jika matahari 20 derajat di bawah ufuk. Jadi jarak zenit matahari berjumlah 110 derajat (90+20). Sedangkan batas akhir waktu subuh adalah waktu syuruq, yaitu – 01 derajat.
Nilai 20 derajat di bawah ufuk ini bukanlah nilai yang tunggal, artinya bukan satu-satunya pendapat para ahli falak (astromom). Sebab ada juga pendapat yang menyebutkan bahwa awal waktu subuh adalah saat matahari berada 15, 16, 17, 18, 19 dan 21 derajat di bawah ufuk.
Muhammad Ilyas berpendapat bahwa waktu subuh dimulai sejak adanya fajar sidiq, yaitu adanya cahaya matahari tidak langsung dan berakhir saat piringan atas matahari berada di horizon (sun rise upper limb) atau dengan kata lain saat subuh dimulai bila jarak zenit 108 derajat dan berakhir bilajarak zenit 90 derajat 50 menit.
Dari beberapa pendapat di atas, menurut Hanafi S. Djamari pendapat terekhirlah yang lebih mendekati kebenaran. Dengan demikiam, yang dimaksud awal salat subuh adalah saat astronomical twilight yang berarti kedudukan matahari berada 18 derajat di bawah ufuk.