Penetapan awal bulan ramadan 1446 H memberikan peluang kajian bagi pemerhati kajian hisab rukyat. Mengapa? Berubahnya kriteria baru visibilitas hilal yang dipegangi pemerintah Indonesia, yaitu tinggi 3 derajat dan elongasi (geosentris) 6.4 derajat. Dengan kriteria tersebut simulasi komputasi hisab mengasilkan data hilal akhir sya’ban menunjukkan bahwa kriteria tersebut hanya terpebuhi pada wilayah Sumatera paling barat, yakni Aceh. Data komputasi hisab ini menjadi dasar pembantu bagi pelaksana/tim perukyat di seluruh Indonesia.

125 lokasi pengamatan hilal di seluruh Indonesia melaporkan tidak berhasil melihat hilal karena hujan, terhalang mendung dan awan kumulunimbus, kecuali lokasi pengamatan hilal di wilayah Aceh. Namun, pelaksanaan rukyat di wilayah Aceh memunculkan perdebatan.

Ada 2 pemberitaan yang muncul di wilayah Loknga Aceh Besar berkait kebehasilan pengamatan hilal tersebut. Pertama, pemberitaan yang dirilis oleh Serambinews.com dengan judul “Hasil Pemantauan di Lhoknga, Usai Disumpah 2 Saksi Mengaku tidak melihat hilal”. Rilis ini menginformasikan (kesimpilan penulis) bahwa Kepala Kanwil Kemenag Aceh sebagai pemohon mengajukan dua orang saksi kepada Mahkamah Syar’iyah (MS) Aceh. 2 orang saksi tersebut melakukan pengamatan hilal di lantai 3 Gedung Observatorium Tgk Chiek Kuta Karang bersama Tim Falakiyah Kantor Wilayah Kementerian Agama Kabupaten Aceh Besar. Dalam pemberitaan tersebut diberitakan bahwa 2 orang sanksi tersebut yaitu Tgk Bustami dan Tgk Muhammad Faisal mengaku tidak melihat hilal. Dalam sidang, awalnya Kanwil Kemenag mengajukan dua orang saksi dari Tim Falakiyah yang mengaku melihat hilal pada pukul 18.56 WIB. Namun dua orang saksi tersebut ditolak dengan dasar bukan orang asli Aceh Besar. Kedua, Pemberitaan yang dirilis oleh rri.co.id. dengan judul “Pemerintah Aceh Barat Tetapkan satu Ramadhan Jatuh 1 Maret 2025”. Dalam pemberitaan ini disebutkan bahwa Kepada Kantor Kemenag Aceh Barat diwakili Kasubag Tata Usaha (H. Khairul Azhar, S. Ag., M. A.) menjeleaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Aceh Barat secara resmi mengumumkan puasa 1 Ramadan Jatuh pada Sabtu, 1 Maret 2025. Pengumumkan tersebut didasarkan oleh hasil sidang Itsbat pukul 19.45 WIB berdasar laporan pemantauan hilal di Pantai Loknga, Aceh.

Dari 2 pemberitaan tersebut dapat disimpulkan bahwa proses sumpah terhadap 2 orang saksi yang mengaku melihat hilal yang datang dari luar Aceh (warga Jawa Timur) tidak dilanjutkan pada proses sumpah oleh Mahkamah Syariyah Aceh Besar, namun demikian dilaporkan kepada Kementerian Agama Pusat dan diterima sebagai sebuah kesaksian dalam penetapan awal bulan Ramadan pada sidang itsbat tersebut sehingga 1 Ramadhan ditetapkan jatuh pada tanggal 1 Maret 2025. Dengan demikian, problem kajian baru perlu dilakukan berkait, yaitu pertama, wewenang Pengadilan Agama dalam mengambil sumpah pelaksanaan rukyatul hilah pada perukyat yang datang dari luar daerah, dan kedua, legalitas hukum fiqh terhadap Ketetapan Pemerintah (Kemenag Pusat) terkait kesaksian hilal tanpa sumpah, dan ketiga, mengingat perkembangan teknologi informasi, bagaimana legalitas pengambilan sumpah secara online oleh Kementerian Agama Pusat.

Foto: Hanya pemanis yang dikoleksi dari FB, tim ahli pengamat hilal Balai Cerap Tg. Bidara Malaka, Kassim Bahali.

Asli Mandala Gapura Sumenep Madura Jawa Timur, Koordinator Perukyat Wilayah Madura, Pengabdi di IAIN Madura (dulu STAIN Pamekasan) , Mampir Tidur di Pondok Pesantren Mathali'ul Anwar Pangarangan Sumenep, Pernah Nyantri di Asrama MAPK Jember dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Bersandar di PMII dan NU, Ta'abbud Safari di RAUDHAH Masjid Nabawi dan Manasik Haji Mekkah (2014), Sekarang Nyantri di UIN Walisongo Semarang

Leave Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *