BIAS GENDER DALAM HASIL KEPUTUSAN LEMBAGA BAHSUL MASAIL (LBM) NU SUMENEP

Dalam tradisi intelektual NU, Lembaga Bahsul Masail (baca:LBM)  memiliki posisi yang sangat penting, karena berbagai problem masyarakat dapat dipecahkaan secara fiqhis. Walaupun demikian, bukan berarti hasil keputusan bahsul masailnya tidak dapat didiskusikan sama sekali. Karena itu, metode istinbath yang digunakan dan validitas hukum yang dihasilkan tentu masih tetap terbuka untuk diperbincangkan, apalagi jika kita memotret LBM NU di level yang paling bawah, yaitu tingkat Cabang, termasuk LBM NU Sumenep. LBM NU Sumenep, walaupun dikelola dan digerakkan oleh kaum intelektual mudanya, akan tetapi mainstrem utama kajian bahsul masailnya masih tidak dapat terlepas dari pola pikir dan paradigma berpikir para Kyai (dewan syuro). Karena itu, tulisan ini mengkaji hasil keputusan bahsul masailnya, khususnya menyangkut pemikiran tentang relasi laki-laki dan perempuan. Dengan mengelaborasi pola pandang Kyai (khususnya yang terlibat dalam Bahsul Masail) tentang kesetaraan gender (gender equality), di samping persoalan metode istinbatnya dan kitab-kitab yang dijadikan rujukan tersebut, maka terelaborasi hasil-hasil keputusannya terlihat berpihak pada kepentingan bersama kaum laki-laki dan kaum perempuan (adil gender) atau bahkan tanpak lebih berpihak pada kaum laki-laki sehingga menjadi bias gender

Asli Mandala Gapura Sumenep Madura Jawa Timur, Koordinator Perukyat Wilayah Madura, Pengabdi di IAIN Madura (dulu STAIN Pamekasan) , Mampir Tidur di Pondok Pesantren Mathali'ul Anwar Pangarangan Sumenep, Pernah Nyantri di Asrama MAPK Jember dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Bersandar di PMII dan NU, Ta'abbud Safari di RAUDHAH Masjid Nabawi dan Manasik Haji Mekkah (2014), Sekarang Nyantri di UIN Walisongo Semarang

Leave Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *