KONSEP DASAR RAHN

Bagaimana Rahn dipahami?

Rahn adalah menjadikan benda yang memiliki nilai menurut syariat sebagai jaminan utang, sehingga seseorang boleh mengambil utang atau mengambil sebagian manfaat barang tersebut. Rahn di msyarakat dikenal dengan istilah Gadai. Makna ini dapat dipahami dari beberapa pandangan ulama fiqh, sebagaimana penjelasan berikut:

Ulama Mazhab Hanafi mendifinisikan rahn dengan menjadikan sesuatu (barang) sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai pembayar hak (piutang) tersebut, baik seluruhnya maupun sebagian. Sedangkan Ulama Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanbali mendefinisikan rahn dalam arti akad, yaitu menjadikan materi (barang) sebagai jaminan utang yang dapat dijadikan pembayar utang apabila orang yang berhutang tidak bisa membayar hutang itu.

Untuk apa Rukun dan Syarat Sah Rahn dipenuhi?

Agar kita tidak terjerumus pada kegiatan muamalah yang terlarang, maka perhatikan! transaksi degan menggunkan rahn harus memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya sebagai berikut yaitu:

  1. Ar-Rahin (yang menggadaikan) harus memenuhi syarat yaitu orang yang telah dewasa, berakal, bisa dipercaya, dan memiliki barang yang akan digadaikan.
  2. Al-Murtahin (yang menerima gadai) harus memenuhi syarat yaitu orang, bank atau lembaga yang dipercaya rahin untuk mendapatkan modal dengan jaminan barang (gadai).
  3. Al-Marhun/Rahn (barang yang digadaikan) yaitu barang yang digunakan rahin untuk dijadikan jaminan dalam mendapatkan hutang.
  4. Al-Marhun Bih (hutang), yaitu sejumlah dana yang diberikan murtahin kepada rahin atas dasar besarnya tafsiran marhun.
  5. Sighat, Ijab dan Qabul, yakni kesepakatan antara rahin dan murtahin dalam melakukan transaksi gadai.

Menurut Imam Syafi’i, syarat-syarat gadai terbagi menjadi dua bagian: Pertama, syarat yang menjadi keharusan, yaitu penyerahan barang yang digadaikan. Karena itu, jika seseorang mengadaikan sebuah rumah, lalu dia tidak menyerahkannya, maka akad tersebut batal karenanya. Dan jika barang yang digadaikan itu sudah berada ditangan orang yang memberikan pinjaman sebelum akad dilaksanakan, baik karena disewa, dipinjam, ghasab, atau yang lainnya, berarti barang tersebut telah berada ditangannya setelah melaksanakan akad. Dengan demikian, syarat sahnya penarikan barang gadai adalah penggadai itu sendiri. Kedua, syarat-syarat yang berkaitan dengan sahnya gadai, yaitu terdiri dari beberapa macam:

  1. Yang berkaitan dengan akad, yaitu tidak tergantung pada suatu syarat yang tidak diperlukan dalam akad ketika menyelesaikan hutang piutang, karena hal itu dapat membatalkan gadai.
  2. Yang berkaitan dengan kedua belah pihak yang melaksanakan akad, yaitu yang menyerahkan dan yang menerima gadai. Syarat bagi keduanya adalah baligh dan berakal. Dengan demikian, suatu akad tidak boleh dilakukan oleh orang gila, anak-anak atau orang idiot.

Bagaimana menjalankan Perjanjian Rahn?

Seseorang yang berkeinginan bermuamalah dengan rahn dapat memenuhi rukun dan syaratnya dan menggunakannya sesuai dengan tujuannya, yaitu konsumtif?, modal usaha? atau produktifkah?. Sebagai tambahan perhatikan pandangan ulama Syafi’iyah yang berpendapat bahwa pegadaian dapat dinyatakan sah apabila memenuhi tiga persyaratan, yaitu :

  1. Harus berupa barang, karena hutang tidak bisa digadaikan.
  2. Penetapan kepemilikan pegadaian atas barang yang digadaikan tidak terhalang seperti mushaf.
  3. Barang yang digadaikan bisa dijual manakala sudah masa pelunasan hutang gadai.

Berdasarkan tiga syarat di atas, maka dapat diambil alternatif dalam mekanisme perjanjian gadai, yaitu dengan menggunakan tiga akad perjanjian. Ketiga akad perjanjian tersebut, yaitu:

  1. Akad Qard Al-Hasan. Akad ini dilakukan untuk nasabah yang menginginkan mengadaikan barang untuk keperluan konsumtif. Nasabah (rahin) akan memberikan biaya upah atau fee kepada pegadaian (murtahin) telah menjaga atau merawat barang-barang gadaian (marhun).
  2. Akad Mudharabah. Akad ini dilakukan untuk nasabah yang menggadaikan jaminannya untuk menambah modal usaha. Karena itu, rahin akan memberikan bagi hasil kepada murtahin sesuai dengan kesepakatan, sampai modal yang pinjam terlunasi.
  3. Akad Bai’ Muqayyadah. Untuk sementara akad ini dapat dilakukan jika rahin yang menginginkan menggadaikan barangnya untuk keperluan produktif. Rahin tersebut menginginkan modal kerja berupa pembelian barang dan barang jaminan dapat dimanfaatkan. Dengan demikian, murtahin akan membelikan barang yang sesuai dengan keinginan rahin atau rahin akan memberikan mark up kepada murtahin sesuai dengan kesepakatan pada saat akad berlangsung sampai batas waktu yang telah ditentukan.

Kapan Berakhirnya Akad Rahn?

Akad rahn berakhir, apabila barang telah diserahkan kembali kepada pemiliknya, rahin membayar hutangnya, barang dijual dengan perintah hakim atau perintah rahin, pembebasan hutang dengan cara apapun, meskipun tidak ada persetujuan dari pihak rahin.

Jika terjadi masalah dengan beberapa hal tersebut, misalnya apabila masa yang telah diperjanjikan untuk pembayaran utang telah terlewati maka si berhutang berkewajiban untuk membayar hutangnya. Namun seandainya si berhutang tidak punya kemauan untuk mengembalikan pinjamannya hendaklah ia memberi izin kepada pemegang gadai untuk menjual barang gadaian. Dan seandainya izin ini tidak diberikan oleh si pemberi gadai maka si penerima gadai dapat meminta pertolongan hakim untuk memaksa si pemberi gadai untuk melunasi hutangnya atau memberikan izin kepada si penerima gadai untuk menjual barang gadaian tersebut. Dan apabila batas waktu pegadaian berakhir dan hutang harus dibayar, pemegang gadai dapat mengajukan permohonan kepada lembaga peradilan agar barang gadai dijual dan hutang akan dibayar dengan hasil penjualan barang tanggungan tersebut.

 

Rujukan:

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam, (Jakarta: Yayasan Adikarya IKAPI,2007).

Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001).

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam, (Jakarta: Yayasan Adikarya IKAPI, 2007).

Muhammad Muslehuddin, Sistem Perbankan Dalam Islam, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2004).

Asli Mandala Gapura Sumenep Madura Jawa Timur, Koordinator Perukyat Wilayah Madura, Pengabdi di IAIN Madura (dulu STAIN Pamekasan) , Mampir Tidur di Pondok Pesantren Mathali'ul Anwar Pangarangan Sumenep, Pernah Nyantri di Asrama MAPK Jember dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Bersandar di PMII dan NU, Ta'abbud Safari di RAUDHAH Masjid Nabawi dan Manasik Haji Mekkah (2014), Sekarang Nyantri di UIN Walisongo Semarang

8 Comments

  1. Moh Ridwan Junara

    Reply

    Assalamualaikum wr wb
    Nama : Moh.Ridwan Junara
    Kelas : HES C
    Sebelumnya terimakasih bapak atas materi hari ini, yaitu tentang materi Rahn atau yang sering kita kenal dengan istilah Gadai. Dari bacaan ini sudah dijelaskan secara lengkap mengenai arti rahn itu sendiri. Baik dari pengertian, syarat, rukun dan tata caranya.
    Namun disini saya mau bertanya bapak terkait rahn itu sendiri. Pertanyaan yaitu: ketika barang yang di gadaikan berupa barang tidak bergerak semisal. Tanah. Itu kan yang diserahkan oleh rahin adalah sertifikatnya. Begitu kan bapak. Nah kalau semisal kita (rahin).tidak bisa mengembalikan utang /.menebus jaminan (tanah) pada pihak murtahin itu kan oleh murtahin boleh dijual sesuai dengan kesepakan! Namun kita ketahui bahwa aset dari tanah itu kan setiap tahun pasti naik. Artinya ketika aset (jaminan)itu dijual oleh murtahin karena wanprestasi. Maka hal itu juga akan merugikan rahin ..karena klo semisal hutang lnya 25 jt harga tanah tersebut ketika laku dijual 40 jt. Lah kasus yang seperti ini bagaiman bapak….? Selain rajin merasa dirugikan apakah halmini juga sahndi sebut rahn?
    Mohon ditanggapi bapak ,Terimakasih bapak

  2. Reply

    Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
    Nama: MAULINA WULAN SANTIKA
    Nim : 20382042029
    Kelas : HES B
    Bisa ditarik kesimpulan bahwa Akad Ar Rahn adalah perjanjian utang piutang dengan menahan barang sebagai jaminan atas hutang. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua hutang Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi. Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin ,dengan tidak mengurangi nilai Marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya. perjanjian gadai, yaitu dengan menggunakan tiga akad perjanjian. yakni :akad Qard Al-Hasan, Akad Mudharabah dan Akad Ba’i Muqayyadah.

    Terimakasih banyak bapak atas materi hari ini
    Alhamdulillah saya cukup untuk memahami materi yg bapak sampaikan

  3. Reply

    Assalamualaikum,saya maudina Mega zulfa HES C
    dari bacaan dan pemaparan diatas sudah dijelaskan secara lengkap,jelas,dan mudah dipahami,dari pengertian rahn itu sendiri yg biasa kita sebut gadai,selain pengertian, terdapat rukun dan syarat sah,serta tata cara menjalankan perjanjian rahn, Alhamdulillah dengan membaca materi diatas dapat dengan mudah disimpulkan dan dipahami materi tentang rahn(gadai),akan tetapi terdapat beberapa pertanyaan yaitu,bolehkan murtahin memanfaatkan marhun dan apa yg dilakukan murtahin terhadap rahn ketika jatuh tempo? terimakasih.

  4. Reply

    Assalamualaikum wr wb
    Nama : Yuliana Putri
    Kelas : Hes B
    Sebelumnya terimakasih mengenai materi rahn pada hari ini, di sini sangat jelas dan lengkap tulisan bapak yang menjelaskan mengenai definisi rahn, rukun dan syarat sah rahn, akad dalam perjanjian ranh, dan berakhirnya akad rahn.

  5. Reply

    Asslamu’alaikum wr. Wb saya nafilatus sholihah HES C. Menurut saya dari penjelasan diatas mudah dipahami terutama tentang pengertian rahn itu sendiri yang biasa di artikan di kalangan masyarakat disebut dengan gadai. Serta dengan penjelasan diatas tersebut juga bisa memahami tentang mekanisme akad perjanjian dalam gadai.

Leave Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *