Fiqh al-Wasatiyah menuju Pemikiran Inklusif.
Kegiatan perdana yang digelar Fakultas Syariah IAIN Madura Semester Genap Tahun Akademik 2023/2024 adalah kuliah tamu yang dilaksanakan HARI Kamis, 7 Maret 2024 di Auditorium IAIN Madura. Fakuktas Syariah menentukan tema yang sesuai dengan IKU utama Dekan Fasya IAIN Madura Tahun 2024, yaitu Peningkatan Moderasi Beragama bagi Warga Kampus, yaitu Menuju Pemikiran Inklusif di Era Society 5.0.
Atas tema ini, Fakultas Syariah menghadirkan narasumber yang sangat kompeten, yaitu Dr. Wildani Hefni, M. A. Kompetensi narasumber ini dapat dilihat dari seluruh tulisannya yang bernuansa moderasi beragama. Secara kebetulan beliau adalah Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember. Pada kesempatan tersebut, Beliau menghibahkan dua buku karangannya kepada Dekan Fakultas Syariah IAIN Madura, yaitu “Overdosis Beragama: Esai Trajektori Tahun Toleransi dan Wasatiyah Dalam Perjumpaan Barat dan Timur: Kritik Nalar atas Teologisasi Fiqh”.
Pada kegiatan kuliah tamu tersebut, narasumber Dr. Wildani Hefni, M. A, mengurai wawasan moderasi beragama dengan tema lebih spesifik, yakni Penguatan Wawasan Moderasi Beragama Dalam Fiqh: (Fiqh al-Wasatiyah menuju Pemikiran Inklusif).
Di tengah-tengah mahasiswa yang hadir (350 lebih mahasiswa), Dr. Wildani Hefni, M. A, memulai orasinya dengan sebuah pertanyaan tentang maksud moderasi beragama. Terdapat 3 orang yang menjawab makna moderasi, salah satu diantara mereka memaknainya dengan toleransi, yang menyebabkan mahasiswa tersebut mendapatkan hadiah buku.
Selanjutnya, Dr. Wildani Hefni, M. A, menjelaskan bahwa moderasi beragama adalah sebuah cara pandang warga beragama (termasuk kita, muslim) atas ragam persepsi yang berbeda pada suatu obyek atau tema-tema agama. Dengan penyampaian yang sangat komunikatif, Dr. Wildani Hefni, M. A, kemudian, mencontohkan dan menampilkan beberapa gambar. Gambar-gambar tersebut mendapatkan respon pendapat dan pemahaman yang berbeda dari pada audiens mahasiswa. Beliau menegaskan bahwa “ini artinya atas suatu obyek pasti cara pandang dan persepsi seseorang akan berbeda-beda dan beragam berdasarkan pengalaman masing-masing pembaca”. Dengan demikian, moderasi beragama adalah cara mengambil sikap menerima atas perbedaan pandang dan persepsi dengan damai dan persaudaraan tanpa permusuhan.
Selanjutnya, Dr. Wildani Hefni, M. A, diakhir slide pemaparannya, menyampaikan empat ciri-ciri moderasi beragama, sebagaimana menjadi Program Pengarusutamaan Moderasi Beragama Kementerian Agama RI, yaitu, pertama, yakni komitmen kebangsaan. Apapun peraturan dan kebijakan yang ada di Indonesia tidak boleh terlepas dari 4 pilar, yakni Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Kedua, toleransi. Hal ini juga sangat penting dalam kehidupan yang majemuk, mengingat kita tidak akan pernah bisa hidup hanya dalam satu warna tertentu. Pada saat kita mengabaikan rasa toleransi, kita akan cenderung mudah menipu orang lain, dan mem-bulying orang lain sebab perbedaan cara padang dan persepsi. Ketiga, yakni anti kekerasan. Indonesia merupakan negara hukum yang di dalamnya memiliki Undang-Undang Hak Asasi Manusia (HAM) baik berkaitan kekerasan fisik maupun verbal. Dan keempat, yaitu menghargai budaya. Di Indonesia, Warga negara Indonesia hidup dengan beragam suku bangsa dan budaya. Keragaman ini menjadikan kehidupan bermasyarakat menjadi indah dan unik. Karena itu, meskipun berbeda pendapat, kita tetap memberi ruang toleransi bagi mereka untuk menjalankan tradisi dan keyakinan mereka, tanpa saling mengganggu dalam menjalankan ibadah.
Dengan 4 ciri-ciri itulah, kita (warga kampus) dan masyarakat Madura secara umum akan memiliki khazahan aturan hukum (Fiqh) yang moderat mengambil prinsip-prinsip adl, Wasathiyah, dan tawazzun, tidak rigid, tidak tasyaddud, tidak tasahhul, dan akan menjalankan pemikiran-pemikiran yang iklusif dengan membuang jauh-jauh nalar pikir yang radikal, egois dan fanatis, tegasnya.