Pertemuan ke 10
Diskusi sangat terbatas adalah kenyataan. Pertemuan kali ini hanya cukup dengan 4 mahasiswa. Sejatinya diskusi kali ini merupakan ketersambungan dengan subtema sebelumnya yang membincang tentang manajemen manusia, organisasi dan proses. Pertanyaannya adalah bagaimana sebuah institusi (ambil contoh Lembaga Pendidikan Pesantren) dikelola dan dijalankan berdasarkan teori manajemen modern? Faktanya, saat ini dikotomi lembaga pendidikan agama dan umum adalah pemikiran terbelakang. Pesantren, sekalipun, menggelar Pendidikan berbasis Madrasah (MBM) sekaligus juga menawarkan pendidikan berbasis Sekolah (MBS). Karena itu, sebuah pesantren dapat berafiliasi dengan dua Kementerian, yakni Kementerian Agama sekaligus Kementerian Pendidikan, jika Pendidikan menengahnya berbasis sekolah dan Pendidikan atasnya berbasis madrasah atau sebaliknya.
Subtema kali ini cukup baik disajikan dalam sebuah tulisan makalah oleh presentator, walaupun masih terjebak dengan kajian-kajian normatif sebelumnya. Kegagalan pemakalah belum bisa mengembangkannya dan menyajikannya menjadi sebuah pemikiran tentang Lembaga Pendidikan Ideal di Pesantren. Di samping dari sisi metode penulisannya masih ditemukan penulisan footnote dan innote secara bersamaan. Untuk itu, pemakalah wajib merevisinya menjadi tulisan yang lebih baik sesuai kaidah-kaidah penulisan.
Pertanyaan yang baik dan mengarah disampaikan peserta diskusi berkait dengan bagaimana pesantren dapat menggelar pendidikan di masa lalu? bagaimana pesantren mengelola dan menciptakan MBS dan MBM yang efektif dan unggul serta berkarakter? Bagaimana perbandingannya dengan lembaga di luar pesantren?
Sebuah lembaga pendidikan yang ideal, tidak terkecuali dalam pesantren, harus melalui tiga tahapan utama, INPUT-PROSES-OUTPUT.
Pada tahap input, sebuah lembaga pendidikan harus memenuhi beberapa hal pokok, yakni memiliki kebijakan mutu, sumber daya tersedia dan memiliki target prestasi yang tinggi.
Pada tahap proses, sebuah lembaga pendidikan harus menjamin efektifitas proses belajar mengajar tinggi, kepemimpinan sekolah kuat, pengelolaan yang efektif tenaga kependidikan, sekolah memiliki budaya mutu, sekolah memiliki “teamwork” yang kompak, cerdas dan dinamis, sekolah memiliki kewenangan, partisipasi warga sekolah dan masyarakat, sekolah memiliki keterbukaan (transparansi) manajemen, sekolah memiliki kemauan untuk berubah (psikologi dan fisik), sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan dan berkelanjutan, sekolah responsive dan antisipatif terhadap kebutuhan, sekolah memiliki akuntabilitas dan sustainabilitas.
Pada tahap output, sebuah lembaga pendidikan harus mencapai dua keluaran sekaligus, yaitu output berupa prestasi akademik (academic achievement) dan output yang berupa prestasi non akademik (nonacademic achievement).
Tiga tahapan tersebut dapat dikembangkan kajiannya secara mendalam seperti bagaimana kebijakan mutu dibuat, siapa saja yang terlibat dan bagaimana dijalankan sampai pada berapa jumlah siswa yang ditargetkan berprestasi (akademik-non akademik) dan tentukan jumlah prosentasenya.
Minimal ada 5 prasyarat langkah atau tindakan manajemen yang harus diterapkan untuk mewujudkan lembaga pendidikan yang unggul dan ideal, yaitu bagusnya layanan belajar bagi siswa, tersedianya sarana dan prasarana, terformulasinya program dan pembiayaan dengan baik dan tepat, kuatnya partisipasi masyarakat dan budaya akademik sekolah. Jika prasyarat ini terpenuhi dan input serta prosesnya dijalankan, maka output siswa akan dapat diandalkan sesuai harapan dan perencanaan. Selamat berolah pikir.
Pengampu MQH
Achmad Mulyadi
Sumber:
Romlah, Manajemen Pendidikan Islam, (Bandar Lampung, 2016), ebook diunduh tanggal 13 Nopember 2020.
Jufri Dolong, “karakteristik manajemen pendidikan berbasis sekolah” dalam jurnal UIN SYAHID, Volume VII, Nomor 1, Januari – Juni 2018.
Chusnul Azhar, “Manajemen Pengembangan Pendidikan Islam Perspektif al-Quran” dalam jurnal Tarjih, Volume 14(1), 1438 H/2017 M, UMY.
Nurmadiah, “Manusia dan Agama”, dalam jurnal Pendais, Volume 1 Nomor 1 2019.