PERTEMUAN KE 9
Sebuah tulisan dapat dinilai dari referensi yang menjadi rujukan. Pernyataan ini paling tepat disampaikan pada pertemuan kuliah kali ini. Sejak awal catatan ini disampaikan saat diskusi di kelas oleh pengampu mata kuliah, ternyata tidak juga cukup membangkitkan semangat mahasiswa untuk menampilkan sebuah tulisan yang baik dan berkualitas saat presentasi. Menjadi maklum kondisi ini terjadi. Apabila diamati kondisi mahasiswa, saya memperoleh kesan, minimal ada dua faktor yang mungkin menjadi penyebabnya.
Pertama, tidak adanya kepercayaan diri mahasiswa akan tulisan yang akan dibuat. Mahasiswa masih mengukur bagus tidaknya sebuah tulisan menurut parameter pemikiran dosen pengampunya, padahal seorang dosen hanya memiliki tugas pokok dan fungsi mengembangkan dan mempertajam alat analisis mahasiswa. Karena itu, persepsi itu salah dan harus dirubah bahwa kewajiban seorang mahasiswa hanya menyampaikan hasil kajiannya dengan penelusuran referensi dan kedalaman pengkajiannya saat presentasi. Baik tidaknya tulisan yang dipresentasikan didasarkan pada isi tulisan dan metode analisis yang digunakan. Dalam konteks tersebut tidak ada pemikiran yang salah selama mahasiswa menyampaikannya berdasarkan rujukan yang ditelaah bukan atas persepsi pribadinya.
Kedua, tidak adanya orientasi pengembangan keilmuan saat menjadi mahasiswa. Faktor kedua ini akan mengakibatkan matinya semangat mahasiswa dalam menjalani perkuliahan. Jika faktor ini yang mendominasi, maka output sebuah perkuliahan akan sama dengan saat sebelum menjadi mahasiswa karena mahasiswa meremehkan tugas dan menomorduakan perkuliahan di samping kepentingan lainnya. Ke-tidakberuntung-an akan dialami oleh mahasiswa itu sendiri. Selayaknya kesan akan faktor ini tidak terjadi, kalaupun ada seharusnya secepatnya di-delete.
Perkuliahan -yang dihadiri oleh 7 mahasiswa- mendiskusikan dua subtema kajian, yaitu pertama, Manajemen Manusia dan Organisasi, dan kedua, Manajemen Proses. Keduanya dianalisis dalam Pespektif al-Qur’an dan Hadis. Diskusi kali ini tidak berkembang karena audien (peserta diskusi) hanya mempertanyakan atau memberikan pertanyaan, bukan memberikan kontribusi dan tawaran pemikiran. Hal ini terjadi karena para presentator gagal mengembangkan pemahaman tentang subtema kajian. Para presentator seharusnya membuka kajian dengan tiga aspek penting dalam sebuah manajemen. Tiga aspek penting itu, yaitu bahwa sebuah manajeman, pertama, meniscayakan adanya sebuah usaha atau tindakan untuk pencapaian tujuan, kedua, mengharuskan adanya Kerjasama dengan pembagian kerja yang jelas dan ketiga, meniscayakan pelibatan secara optimal kontribusi sumber daya manusia, biaya, dan lainnya secara efektif dan efesien.
Dalam konteks manajemen manusia, kontribusi orang harus memenuhi syarat Skill dan Terampil. Skill merupakan kemampuan seseorang berkait dengan pengetahuan, kompetensi, keinginan untuk berkembang, kepakaran, berkomunikasi dan lain-lain, sementara terampil berkait dengan kecakapan seseorang untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan secara cepat dan tepat.
Bagaimana al-Quran dan Hadis mengkafer kajian tersebut? Kajian Islam (QH) tentang manusia dan manajemen dapat ditelusuri dari maksud Allah Swt menyebut manusia dengan empat konsep, yakni al-Basyr, an-Nas, al-Insan dan al-Ins, lalu bagaimana para mufassir menjelaskannya?. Pemakalah dapat menemukan berapa banyak sebutan istilah dijelaskan dan dalam konteks apakah diturunkan.
Sebagai pembuka wawasan, para mufassir mengelaborasi al-Basyr dengan gambaran kemampuan fisik manusia, an-Nas adalah gambaran kemampuan manusia berkomunikasi dengan manusia lainnya, al-Insan tentang gambaran kemampuan kecerdasan dan keilmuan, al-Ins tentang gambaran manusia yang hidup di alam nyata dibedakan dengan kelompok Jin dan seterusnya. Dari teori-teori inilah, secara substansial, pemakalah dapat membangun pemikiran tentang konsep al-Qur’an dan Hadis mengenai manusia dan bagaimana ditempatkannya pada struktur-struktur yang ada dalam sebuah lembaga atau istitusi atau organisasi.
Sementara presentator kedua merasa kebingunngan tentang manajemen proses. Hal ini diakuinya karena belum bisa mengembangkan subtema yang dianggapnya sangat asing. Pemakalah seharusnya memulai kajiannya dengan terlebih dahulu memahami substema tersebut. Manajemen dengan makna aspek usaha mencapai tujuan, tentu akan berjalan dengan proses, begitu juga kegiatan bekerjasama dan keterlibatan kontribusi orang-orang juga membutuhkan proses. Karena itu, seluruh organisasi dalam segala bentuknya membutuhkan proses.
Dengan demikian, manajemen proses dapat dimaksudkan dengan seluruh rangkaian aktifitas mulai perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam sebuah organisasi. Kemudian bagaimana sebuah proses ini dilaksanakan, apakah itu berkait penempatan orang-orang dalam sebuah pekerjaan, pentahaapan dalam penyelesaian pekerjaan, pengambilan keputusan dan seterusnya? Al-Quran dan Hadis dapat dijadikan alat analisis dalam konteks tersebut. Bagaimana Islam (QH) menjamin kerusakan jika proses itu dijaalankan dengan tidak adil atau diskriminasi, kegagalan akan terjadi jika perencanaan dilaksanakan dengan asal-asalan dan lain sebagainya. Kajian-kajian semacam ini dapat ditelusuri lebih detail dan mendalam untuk membangun sebuah konsep Islam (QH) tentang pentingya manajemen proses dalam sebuah organisasi.
Sabtu, 5 Desember 2020
Pengampu MK,
Achmad Mulyadi
Sumber:
Prof. Dr. H. Engkoswara Dan Dr. Hj. Aan Komariah, M.Pd., Administrasi Pendidikan, Bandung : ALFABETA, 2012.
- Yaqub, Konsep Manajemen Dalam Perspektif al-Quran: Suatu analisis dalam sebuah administrasi Pendidikan, Jurnal Ilmiah Didaktika, Vol XIV, No. 1 Agustus 2013.
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Pingback: KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH PADA PESANTREN (STUDI KASUS) – Falakuna