PREDIKSI HISAB “MEMULAI AWAL BULAN RAMADHAN 1440 H BERSAMA DI INDONESIA” DALAM PARAMETER WUJUDUL HILAL DAN IMKANUR RUKYAH

Penyeragaman kalender hijriyah sudah lama menjadi dambaan dan impian umat Islam dunia. Namun penyeragaman ini kadang seringkali tidak dipahami secara hakiki. Penyeragaman seolah-olah hanya beda waktu dari suatu tempat dan tempat lainnya yang menjadi faktor penentu dalam bedanya penampakan hilal. Karena penyeragaman adalah hal yang global, maka kita harus berpikir secara global. Dalam konteks keadaan bumi yang bulat, impian penyeragaman dan adanya batas tanggal Internasional patut menjadi renungan.

Dalam konteks ini, ada contoh yang dapat kita illustrasikan, andaikata kita menghendaki berhari raya secara serentak di seluruh dunia pada tanggal dan hari yang sama, kita bisa ambil contoh kota Hawaii dan Arab Saudi dengan eda waktu keduanya adalah 13 jam, maka walau keduanya berada di hari yang sama tetapi beda waktunya (bila ditelusur pada bola bumi dari Hawai ke Arab Saudi melalui benua Amirika dan Eropa), akan tetapi kedua akan beda waktu 11 jam namun berada di hari yang berbeda apabila ditelusuri pada bola bumi melewati garis batas tanggal dan benua Asia. Illustrasi ini mengispirasi kita untuk merumuskan garis batas tanggal Islam Internasional secara mandiri. Sebab perhitungan hari dalam Islam dimulai sejak terbenam matahari, saat dilakukannya rukyatul hilal., maka perhitungan hari dalam Islam terkait dengan rukyatul hilal tersebut. Untuk itu merumuskan garis batas tanggal Islam Internasional juga mengacu pada kriteria rukyatul hilal. Garis itu membatasi daerah yang lebih awal melihat hilal (di sebelah barat garis) dan daerah yang lebih lambat (di sebelah timurnya).Garis ini bukan merupakan garis tetap pada garis bujur tententu, melainkan garis yang bergeser sesuai dengan kenampakan hilal.

Penyeragaman kalender Islam hanya dapat dilakukan setelah menentukan garis batas tanggal Islam.  Kita harus melepaskam belenggu pola piker yang mengacu pada garis tanggal Internasional yang secara konvensional ditetapkan pada bujur 180 derajat di lautan Pasifik, sebagaimana ditunjukkan pada batas garis tanggal kalender masehi. Mau tak mau, garis tanggal Islam hanya dapat ditentukan secara hisab yang akurat, tetapi dapat dibuktikan dengan rukyatul hilal. Semakin jauh ke arah barat dari garis itu, kemungkinan berhasilnya kesaksian hilal semakin besar. Apabila pemahaman kita tentang hari Ahad-Sabtu mengacu pada garis tanggal internasional kalender masehi dan tetap kita gunakan demi menjaga konsistensi, maka kita tidak perlu memusingkan beda hari karena hal itu bukan yang esensial. Sekedar contoh, andaikan garis tanggal Islam melintasi India, idul adha di Arab Saudi terjadi tanggal 10 Februari, maka bila di Indonesia terjadi pada tanggal 11 Februari, perbedaan ini bukan hal yang perlu dirisaukan, terjadinya perbedaan tanggal dan hari itu hanya disebabkan oleh garis tanggal Internasional. Dengan demikian, apabila pola pikir ini kita gunakaan dan hanya mengacu pada garis batas tanggal Islam, maka bisa dipastikan impian tentang penyeragaman kalender Islam Internasioanal yang hakiki bisa terwujud.

Kalender Islam ditentukan berdasarkan penampakan hilal sesaat sesudah matahari terbenam. Alasan utama dipilihnya kalender bulan –walau tidak dijelaskan di dalam hadis maupun al-qur’an—nampaknya karena penentuan awal bulan dengan kenampakan hilal dianggap mudah terutama mengenali tanggal dan perubahan bentuk (fase) bulan.Karena kemudahan inilah, sistem kalender tradisional banyak yang bertumpu pada kalender bulan. Masyarakat di suatu tempat cukup memperhatikan kapan hilal teramati untuk menentukan waktu ibadah. Seandainya cuaca buruk, Nabi Muhammad Saw memberikan petunjuk praktis menggenapkan bulan menjadi 30 hari.

Penentuan awal bulan yang saat ini sering membingungkan hanyalah merupakan akibat perkembangan zaman. Faktor-faktor penyebab kerumitan itu antara lain:

  1. Tuntutan penyeragaman waktu ibadah untuk daerah yang luas, bahkan ada pula yang menuntut penyeragaman yang sifatnya mendunia tanpa menyadari bahwa banyak kendala yang dengan teknologi maju saat ini belum bisa teratasi.
  2. Rukyatul hilal saat ini tidak murni lagi, hisab secara tak sadar telah mendominasi sebagian besar pengamat, padahal hisab yang mereka gunakan perlu selalu dikoreksi dan dikembangkan.
  3. Tidak banyak lagi orang yang mengenali hilal, terutama di kota kota besar, sehingga kemungkinan keliru mengidentifikasi obyek lain sebagai hilal lebih mungkin terjadi.
  4. Polusi atmosfer (debu dan cahaya) mempersulit pengamatan hilal yang redup.

Kerumitan itu, sebenarnya bisa teratasi dengan memanfaatkan data posisi hilal yang akurat dari almanac astronomi mutakhir. Akurasi almanac astronomi dalam penentuan ijtimak (astronomical new moon) kini telah teruji pada kecepatan perhitungan waktu gerhana matahari yang pada hakikatnya adalah ijtimak teramati (observable new moon). Setidaknya informasi posisi hilal yang akurat bisa mencegah adanya kesalahan identifikasi wujud hilal.

Berikut ini komputasi hisab menggunakan aplikasi system ephemiris untuk akhir atau 29 Sya’ban 1440 H:

LOKASI IAIN MADURA SABANG MERAUKE
TANGGAL DAN WAKTU IJTIMAK 5/5/2019

05:47:25

5/5/2019

05:47:25

 

5/5/2019

07:47:25

 

TERBENAM MATAHARI 17:18:21

 

18:45:38

 

17:28:48

 

TENGGELAM BULAN 17:44:27

 

19:12:32

 

17:51:27

 

TINGGI HILAL 05° 38′ 11″

 

05° 51′ 24″

 

04° 51′ 41″

 

UMUR HILAL 00:26:05

 

00:26:54

 

00:22:39

 

AZIMUT MATAHARI 286° 15′ 04″

 

286° 25′ 39″ 286° 15′ 29″

 

AZIMUT HILAL 284° 40′ 34″

 

283° 23′ 34″ 284° 24′ 46″
JARAK BULAN-MATAHARI 1° 34′ 30″

 

3° 2′ 5″

 

1° 50′ 43″

 

Kalau data almanak tersebut sudah bisa diterima secara luas, maka satu langkah JALAN KELUAR yang harus dilakukan adalah penyamaan parameter visibilitas hilal. Kriteria ini sudah dibuat dan dijadikan parameternya, namun penerapannya MASIH BANYAK ORMAS DAN LEMBAGA yang masih bersikukuh dengan criteria yang berbeda. Lalu bagaimana parameter yang tidak sama itu diaplikasikan pada prediksi awal bulan ramadhan 1440 H di Indoensia yang akan datang?

PARAMETER WUJUDUL HILAL MUHAMMADIYAH

Organisasi  Muhammadiyah menggunakan hisab hakiki wujudul hilal. Makna hisab hakiki adalah bahwa penanggalan didasarkan kepada gerak sebenarnya (hakiki/sesungguhnya) Bulan. Hisab hakiki berbeda dengan hisab urfi, yang tidak mendasarkan pada gerak sebenarnya Bulan, sehingga antara hisab urfi dan gerak Bulan tidak selalu sejalan, terkadang hisab urfi mendahului dan terkadang terlambat. Sedangkan Wujul hilaldimaksudkan dengan keberadaan Bulan di atas ufuk saat matahari terbenam setelah terjadinya konjungsi. Jadi hisab hakiki wujudul hilal itu menetapkan bulan baru dengan tiga parameter syar’i, yaitu:

  1. telah terjadi ijtimak (konjungsi), yaitu tercapainya satu putaran sinodis Bulan mengelilingi bumi,
  2. ijtimak terjadi sebelum terbenamnya matahari, dan
  3. pada saat matahari terbenam Bulan berada di atas ufuk.

PARAMETER IMKANUR RUKYAT BHR KEMENAG RI DAN NAHDLATUL ULAMA

Paremeter Imkan Rukyat yang digunakan Badan Hisab Rukyat Kemenag RI dari kesepakatan Musyawarah III MABIMS 1992 adalah kriteria imkanur rukyat sebagai berikut: tinggi hilal minimum 2 derajat, jarak bulan dari matahari minimum 3 derajat, dan umur bulan (dihitung sejak saat ijtima’) pada saat matahari terbenam minimum 8 jam.

Dengan membandingkan dua parameter di atas dapat disimpulkan bahwa secara hisab, baik menurut Wujudul Hilal yang digunakan Muhammadiyah dan Imkanur rukyah yang digunakan NU dan BHR Kemenag RI, dari data hisab hilal menunjukkan bahwa pada saat maghrib 5 Mei 2019 posisi bulan telah memenuhi kriteria.

Dalam parameter wujudul hilal, yakni dari Sabang sampai Merauke pada tanggal 5 Mei 2019/29 Sya’ban 1440 H telah terjadi ijtimak (konjungsi), dan ijtimak terjadi sebelum terbenamnya matahari, serta pada saat matahari terbenam Bulan berada di atas ufuk. Sedangkan dalam parameter imkanur rukyah, yaitu dari Sabang sampai Merauke pada tanggal 5 Mei 2019/29 Sya’ban 1440 H telah terjadi ijtimak (konjungsi) pada pukul 05:47:25 sebelum terbenam matahari pada pukul 18:45:38 sehingga umur bulan telah 12 jam 58 menit melebihi kriteria umur bulan  minimum 8 jam, tinggi hilal di atas kriteria minimum 2 derajat, dan jarak bulan dari matahari mencapai  minimum 3 derajat.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara hisab awal Ramadhan 1440 H akan jatuh pada 6 Mei 2019. Adapun Kepastiannya menunggu hasil sidang itsbat Kemenag RI yang akan menggabungkan dengan hasil rukyat (pengamatan) hilal pada saat maghrib 5 Mei 2019. MARHABAN YA RAMADHAN (Sumenep, 04 Mei 2019)

Asli Mandala Gapura Sumenep Madura Jawa Timur, Koordinator Perukyat Wilayah Madura, Pengabdi di IAIN Madura (dulu STAIN Pamekasan) , Mampir Tidur di Pondok Pesantren Mathali'ul Anwar Pangarangan Sumenep, Pernah Nyantri di Asrama MAPK Jember dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Bersandar di PMII dan NU, Ta'abbud Safari di RAUDHAH Masjid Nabawi dan Manasik Haji Mekkah (2014), Sekarang Nyantri di UIN Walisongo Semarang

Leave Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *