PARAMETER VISIBILITAS HILAH MOHAMMAD SHAWKAT AUDAH

Kapan bulan dalam fase hilal ?

Pertanyaan ini, menurut Odeh, merupakan pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab karena membutuhkan ahli dalam pengamatan hilal. Pengamatan terhadap hilal awal bulan, sebagaimana diketahui, harus dilaksanakan setelah terbenamnya matahari karena bulan yang akan dilihat sangat kecil dan redup sehingga tidak akan mungkin terlihat pada saat matahari belum terbenam karena sinar matahari yang kuat akan menutupi atau mengalahkan sinar hilal atau bintang lain. Akan tetapi, pengamatan terhadap hilal tidak berlangsung dalam rentang waktu yang lama setelah terbenamnya matahari karena bulan itu mengalami terbit dan tenggelam sebagaimana matahari. Hanya saja, bulan selalu tenggelam terlambat setiap harinya kira-kira 50 menit. Artinya, jika pada hari ini bulan tenggelam pada jam 17.00, maka besok bulan akan tenggelam pada kira-kira jam 17.50, dan begitu seterusnya.

Bulan pada tanggal 29 terkadang terbenam sebelum matahari, bersamaan atau setelahnya dengan rentang waktu tidak lebih dari satu jam. Rentang waktu antara terbenamnya matahari dengan terbenamnya bulan ini dinamakan dengan mukus al-qamar. Apabila hilal berhasil dilihat pada saat ini, maka hari berikutnya dinyatakan sebagai permulaan hari untuk bulan baru berikutnya, sedangkan apabila hilal sudah terbenam tanpa adanya keberhasilan rukyah sebelumnya, maka hari berikutnya adalah hari ke-30 bulan saat itu. Artinya, umur bulan saat pengamatan adalah 30 hari.

Dari penjelasan di atas, Mohammad Odeh mengambil kesimpulan bahwasanya hilal hanya dapat dilihat pada tanggal 29 apabila terpenuhi dua syarat pokok –sebagai parameter- yang apabila salah satu syarat tidak terpenuhi, maka hilal tidak akan mungkin terlihat. Pertama, bulan sudah mencapai fase muhaq (konjungsi) sebelum terbenamnya matahari. Kedua, bulan terbenam setelah terbenamnya matahari. Waktu yang merentang antara terjadinya fase muhaq sampai saat pengamatan (misalnya saat terbenam matahari) dinamakan dengan ‘umr al-qamar (umur bulan). Misalnya, umur bulan saat fase purnama kira-kira adalah 14 hari, sedangkan umur bulan saat fase muhaq atau tawallud al-hilal  adalah nol.

Apakah Muhaq Terjadi Bersamaan Secara Internasional

Menurut Odeh bahwa sebagian besar orang berkeyakinan bahwa konjungsi terjadi pada saat bersamaan di seluruh dunia. Keyakinan ini, menurutnya, tidak benar-benar akurat. Ada dua istilah yang dipakai untuk menyebut konjungsi, yakni al-iqtiran al-markazi (Geocentric New Moon) dan al-iqtiran as-sathi (Toposentric New Moon). Istilah pertama dipakai dengan mengandaikan bumi, bulan dan matahari sebagai titik-titik atau markaz-markaz yang berjalan di langit. Apabila markaz-markaz ini bertemu dalam satu garis bujur ekliptika yang sama dan bulan berada di antara bumi dan matahari, terjadilah konjungsi. Bila istilah ini yang dipakai, maka tentunya konjungsi terjadi secara bersamaan di seluruh dunia. Akan tetapi, pengamatan hilal terjadi dari permukaan bumi dan bukan dari markaz atau titik pusatnya. Yang terpenting bagi pengamat hilal adalah konjungsi tersebut terjadi dalam pengamatan orang yang ada di permukaan bumi. Dan inilah yang diselesaikan oleh istilah kedua. Istilah kedua ini mengibaratkan bumi, bulan dan matahari sebagai bola yang berjalan di langit. Konjungsi terjadi apabila titik pusat matahari dan bulan berada pada satu garis dilihat dari pengamat yang ada di permukaan bumi. Bila hal ini yang dipakai, maka saat konjungsi antara satu daerah dengan daerah lain akan berbeda. Dan sangat disayangkan, faktanya -kata Odeh- sebagian besar penanggalan yang ada di negara-negara Islam menggunakan Geocentric New Moon sebagai dasar dalam perhitungan mereka dan bukan Toposentric New Moon.

Perbedaan antara konjungsi geocentric dengan toposentric ini dalam perhitungan juga akan menampakkan perbedaan. Walaupun secara teoritis konsep konjungsi topocentric agak sulit digambarkan, akan tetapi secara praktis perhitungan keduanya berbeda. Sebagai misal, waktu konjungsi bulan Muharam 1431 H, apabila dihitung secara geocentric pada program Accurate Times adalah pada jam 19.02 LT (Surakarta). Waktu konjungsi ini apabila dibandingkan dengan program lain tidak akan jauh berbeda, yakni jam 19.02 pada hitungan program Mawaqit versi 2001.06 dan jam 19.03.48 pada hitungan Taqwim al-Falakiyah versi 02.00-2000.xls. Akan tetapi, apabila konjungsi Muharam 1431 H ini dihitung secara topocentric dari program Accurate Times, maka waktu konjungsi adalah 20.28 LT. Ini juga terjadi pada bulan-bulan lain semisal Ramadan 1431 H. Waktu konjungsi geocentric pada bulan tersebut adalah jam 10.08 pada program Accurate Times dan Mawaqit, 10.09.07 pada program Taqwim al-Falakiyah. Sedangkan waktu konjungsi topocentric adalah jam 09.04. Artinya ada selisih watu sekitar 30 menit antara konjungsi topocentric dengan geocentric. Hal ini menunjukkan bahwa Odeh konsisten untuk membedakan kedua istilah tersebut dan bahwa keduanya memang harus dibedakan dalam perhitungan penentuan awal bulan kamariah.

Parameter Visibilitas Mohammad Shawkat Audah

Odeh mengemukakan kriteria visibilitas hilal dengan menggabungkan hasil-hasil observasi yang dilakukan oleh Schaefer, Yallop dan SAAO yang mencapai 336 observasi dan membentang antara tahun 1859 sampai 2005, dan masih ditambah dengan hasil pengamatan dari ICOP yang berjumlah 401. Secara keseluruhan jumlah hasil observasi itu adalah 737 hasil pengamatan. Dia menggabungkan antara Topocentric Relative Altitude dengan Toposentric Crescent Widht.

Ada beberapa variabel yang biasanya digunakan untuk menentukan kriteria visibilitas hilal menurut Odeh. Dan diantara variabel-veriabel tersebut, dua di antaranya dipakai untuk menentukan kriteria visibilitas hilal yang akurat. Diantaranya adalah:

  1. Umur Bulan (Moon’s Age/Age)

Menurut Odeh, dengan berdasar pada hasil pengamatan hilal antara tahun 1859–2005 dapat diketahui bahwa umur bulan terkecil yang berhasil dilihat dengan mata telanjang adalah 15 jam 33 menit oleh Pierce pada tanggal 25 Pebruari 1990, adapun umur Bulan terkecil yang berhasil dilihat dengan menggunakan teropong adalah 13 jam 14 menit oleh Stamm pada tanggal 20 Januari 1996.

  1. Mukus Bulan (Moon’s lag time/Lag)

Berdasarkan data pengamatan yang ada, mukus hilal terendah yang berhasil dilihat dengan mata telanjang adalah 29 menit, yakni di Palestina pada tanggal 20 September 1990, sedangkan dengan teropong adalah 21 menit oleh Stamm pada tanggal 20 November 2005.

  1. Moon’s Altitude (Tinggi Bulan)
  2. Elongasi (Arc of light/ARCL)

Elongasi adalah jarak dari titik pusat Bulan ke titik pusat Matahari di pandang dari Bumi dengan menggunakan ukuran derajat. Elongasi bulan saat gerhana matahari adalah 0°, saat purnama adalah 180°, dan saat kuarter pertama adalah 90°. Semakin besar nilai elongasi, maka semakin besar cahaya bulan yang dapat dilihat dari bumi sehingga kemungkinan rukyah pun semakin besar.

Pada tahun 1936, Danjon mengatakan bahwa apabila nilai elongasi kurang dari 7°, maka nilai cahaya bulan yang dapat dilihat dari pengamat di permukaan bumi adalah nol. Akan tetapi, dengan kemajuan peralatan pengamatan saat ini dan juga semakin banyaknya observatorium, nilai elongasi dari Danjon tersebut sekarang bisa berubah menjadi 6,4°. Dengan melihat hasil pengamatan tahun 1859 – 2005 di atas, didapatkan data bahwa nilai elongasi minimal saat hilal berhasil dilihat dengan mata telanjang adalah 7,7° oleh Pierce pada tanggal 20 Februari 1990, sedangkan bila menggunakan teropong adalah 6,4° oleh Stamm pada tanggal 13 Oktober 2004 (Odeh, 2006a: 9)

  1. Beda Azimut (Relative Azimuth/DAZ)

Ilyas mengemukakan kriteria visibiltas hilal dengan menghubungkan antara Geocentric Relative Altitude (al-Irtifa’ az-Zawi al-Markazi Bain asy-Syams wa al-Qamar Waqt al-Ghurub) dengan Relative Azimuth (Farq as-Samt Bain asy-Syams wa al-Qamar Waqt al-Ghurub). Ia mengatakan bahwa jarak sudut bulan-matahari haruslah mencapai 10,5 derajat pada beda azimut 0 derajat agar hilal dapat dilihat. Kriteria ini menurut Odeh hanya memperhitungkan visibilitas hilal dengan pengamatan mata telanjang saja dan tidak bisa dipakai bila pengamatan dilakukan dengan teropong.

  1. Lebar Hilal (Crencent Widht/W) dan Busur Rukyah (Arc of vision/ARCV)

Dalam kriteria baru yang ditawarkannya, Odeh mengatakan bahwa visibilitas hilal dibagi dalam beberapa zona;

 

Hilal mudah dilihat dengan mata telanjang di Zona A (ARCV ≥ ARCV3):

  • bila lebar hilal 0.1’ dan busur rukyahnya minimal 12.2°, atau
  • bila lebar hilal 0.2’ nya maka busur rukyah minimalnya adalah 11.6°, dan
  • jika lebar hilalnya 0.9’ maka busur rukyah minimalnya adalah 7.6°.

Hilal mudah dilihat dengan alat optik dan mungkin dengan mata telanjang dalam cuaca yang bersih di Zona B (ARCV ≥ ARCV2):

  • bila lebar hilal 0.1’ dan busur rukyahnya minimal 8.5°,
  • bila lebar hilalnya 0.2’ maka busur rukyah minimalnya adalah 7.9°, dan
  • bila lebar hilalnya adalah 0.9’ maka busur rukyah minimalnya adalah 4.0°.

Hilal hanya dapat dilihat dengan alat optik di Zona C (ARCV ≥ ARCV1):

  • bila lebar hilal 0.1’ dan busur rukyah minimalnya adalah 5.6°,
  • bila lebar hilalnya 0.2’ maka busur rukyahnya minimal adalah 5.0° dan
  • bila lebar hilalnya adalah 0.9’ maka busur rukyahnya minimal adalah1.0°.

Hilal tidak mungkin dilihat walaupun dengan alat optic di Zona D (ARCV  ARCV1) dengan lebar hilal 0.1’ bila busur rukyahnya kurang dari 5.6°. (Mandala, 30/04/2019)

Asli Mandala Gapura Sumenep Madura Jawa Timur, Koordinator Perukyat Wilayah Madura, Pengabdi di IAIN Madura (dulu STAIN Pamekasan) , Mampir Tidur di Pondok Pesantren Mathali'ul Anwar Pangarangan Sumenep, Pernah Nyantri di Asrama MAPK Jember dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Bersandar di PMII dan NU, Ta'abbud Safari di RAUDHAH Masjid Nabawi dan Manasik Haji Mekkah (2014), Sekarang Nyantri di UIN Walisongo Semarang

Leave Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *