MEREKA YANG DIMURKAI ADALAH YANG SELALU DALAM KESESATAN

Sebagai pengecualian dari kelompok yang memperoleh hidayah adalah mereka yang dimurkai dan selalu dalam kesesatan. Mengapa Allah Swt. perlu menjelaskannya bergandeng dengan mereka yang Allah Swt anugerahkan nikmat? Tulisan ini akan mengkajinya lebih jauh.

Penjelasan ini sangat mungkin dimaksudkan bahwa ada perbedaan antara yang taat dengan yang membangkang, antara yang mengenal kebenaran dan mengikutinya dengan yang tidak mengikutinya.  Dalam konteks inilah para ulama tafsir menyebut mereka dengan kelompok orang-orang Yahudi, yang mengenal kebenaran akan tetapi enggan atau tidak mengikutinya. Maka dengan demikian, kata “al-maghdhubi ‘alaihim” adalah mereka yang mengenal kebenaran tapi enggan mengikutinya. Mereka itulah adalah Orang-orang Yahudi atau kelompok yang dimurkai oleh Allah Swt. Hal ini dapat ditelaah bahwa kata “ghadhab” dalam al-Quran tertulis sebanyak dua puluh empat kali dalam berbagai bentuk dan dua belas kali dintaranya adalah dalam konteks elaborasi tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Beberapa contoh konkret pelanggaran orang Yahudi yang menyebabkan murka Allah Swt sebagimana disimpulkan dari beberapa ayat al-Quran adalah:

  1. Mengingkari tanda-tanda kebesaran Ilahi
  2. Membunuh para nabi
  3. Iri hati dan membangkang akibat anugerah Allah terhadap orang lain
  4. Membantah keterangan Rasulullah
  5. Meyalahgunakan kekuasaan, dan lain-lain

Perlu kita sadari bahwa ayat ketujuh surat ini tidak secara jelas menunjuk pada siapa yang terkategori dimurkai Allah Swt, namun bercermin pada pelanggaran yang dilakukan orang-orang Yahudi, maka siapapun akan dimurkai Allah Swt jika melakukan pelanggaran atau tersesat dalam keburukan sebagaimana dilakukan oleh orang-orang Yahudi.

Kelompok lain yang akan jauh dari hidayah Allah Swt adalah orang-orang yang sesat (adh-dhallin). Siapakan orang ini?

Berdasar dari akar kata adh-dhallin adalah dhalla. Kata ini tidak kurang dari 190 kali disebut dalam al-Quran dalam berbagai bentuknya. Pada mulanya berarti kehilangan jalan, bingung, tidak mengetahui arah sampai pada makna sesat dari jalan kebajikan (lawan dari petunjuk).

Sedangkan apabila ditelusuri dari kata adh-dhallin, kata ini disebutkan dalam al-Quran sebanyak 8 kali dan 5 kali disbutkan dengan mengunakan kata adh-dhallun. Paling tidak ada tiga kata yang dapat kita jadikan sumber pemaknaan ini, yaitu surat Ali Imran (30), al-An’am (77), dan al-Hijr (56). Maka sebagian ulama memaksudkan kata adh-dhallin adalah orang-orang Nasrani, yaitu mereka yang sesat dalam agamanya. Namun juga dapat kita kenali dari tiga tipologi adh-dhallun, yaitu:

  1. Orang-orang yang tidak menemukan atau mengenal petunjuk Allah Swt. atau agama yang benar
  2. Orang-orang yang pernah memiliki sedikit pengetahuan agama dan keimanan, namun pengetahuan itu tidak dikembangkan sehingga menjadi pudar imannya dan bertuhan pada hawa nafsunya
  3. Mereka yang berputus asa pada rahmat Allah Swt sehingga berakhir dengan berprasangka buruk kepada Allah Swt

Semoga kita tidak termasuk diantara mereka yang tersesat dan dimurkai Allah Swt, mereka yang tidak mengetahui dan engan menelusurinya, atau mereka yang mengetahui, bahkan menyuaran kebenaran akan tetapi mereka menghianatinya sendiri dan mereka itulah yang benar-benar dalam kesesatan. (Mandala 27 Januari 2019).

Asli Mandala Gapura Sumenep Madura Jawa Timur, Koordinator Perukyat Wilayah Madura, Pengabdi di IAIN Madura (dulu STAIN Pamekasan) , Mampir Tidur di Pondok Pesantren Mathali'ul Anwar Pangarangan Sumenep, Pernah Nyantri di Asrama MAPK Jember dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Bersandar di PMII dan NU, Ta'abbud Safari di RAUDHAH Masjid Nabawi dan Manasik Haji Mekkah (2014), Sekarang Nyantri di UIN Walisongo Semarang

Leave Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *