Dalam berbagai media, kita memperoleh pengetahuan tentang peristiwa jarak terdekat bulan dengan bumi. Peristiwa ini dipopulerkan dengan istilah Supermoon atau purnama super. Lalu bagaimanakah kita memahaminya?
Dalam sudut pandang ilmu Astronomi, fenomena bulan yang berada dekat dengan bumi merupakan fenomena yang wajar karena rotasi bulan mengelilingi bumi dalam bentuk yang elips (bukan lingkaran) sehingga akan terjadi saat-saat bulan berada sangat dekat dengan bumi demikian sebaliknya bulan kadangkala berada dalam posisi terjauh dari bumi. Titik terdekat bulan dengan bumi disebut Perigee (sekitar 362,570 km) sedangkan titik terjauhnya disebut Apogee (sekitar 405,410 km). Bulan berada di posisi perigee bukanlah peristiwa langka sebab dalam pergerakannya mengelilingi bumi, bulan berada pada posisi perigee setiap 27,55 hari hanya saja tidak selamanya ia berada pada fase purnama ketika dalam posisi perigee. Ketika bulan berada dijarak terdekatnya dengan bumi dan kebetulan bulan sedang purnama maka inilah yang diistilahkan sebagai bulan purnama perigee (Full Moon Perigee).
Bedakan Antara Ilmu Astronomi dan Astrologi
Lalu pertanyaan kita kenapa istilah bulan purnama perigee tidak begitu populer, dan baknan muncullah istilah lain yang lebih populer, yang dikenal dengan istilah “Supermoon”?. Istilah supermoon ini sebenarnya merupakan istilah Astrologi, yang diperkenalkan oleh Richard Nolle (seorang astrolog) pada tahun 1979 dalam majalah HOROSCOPE. Perlu kita pahami bahwa terdapat perbedaan antara ilmu astronomi dan ilmu astrologi. Ilmu astronomi adalah cabang ilmu alam yang melibatkan pengamatan benda-benda langit (seperti halnya bintang, planet, komet, nebula, gugus bintang, atau galaksi) serta fenomena-fenomena alam yang terjadi di luar atmosfer Bumi (misalnya radiasi latar belakang kosmik (radiasi CMB)). Sementara ilmu astrologi adalah ilmu yang hanya mengaitkan posisi benda langit untuk menentukan perkiraan nasib manusia. Karena itu, ilmuan astrolog mengakaitkan peristiwa bulan purnama perigee dengan perkiraan kondisi manusia dan mereka menganggap bahwa supermoon itu dapat mendatangkan kekuatan jahat dan bencana, makanya setiap kali fenomena ini akan terjadi sering terdengar desas desus kabar angin yang mengatakan akan terjadi bencana. Atas dasar itulah kenapa istilah supermoon lebih populer.
Lalu fenomena apakah yang menarik pada bulan purnama perigee? Secara astronomis, fenomena yang terjadi adalah fenomena biasa saja yaitu bulan akan nampak “membesar” sekitar 14% dan lebih terang 30% dari biasanya tapi tentu saja peningkatan ini akan sulit dibedakan jika hanya melihat langsung (tanpa alat bantu) bahkan meskipun menggunakan alat, bagi mereka yang tak terbiasa mengamati purnama akan tetap sulit melihat perbedaannya. Demikian juga ketika bulan berada pada posisi apogee (titik terjauh), meskipun ia terlihat lebih kecil dan redup dari biasanya tapi perbedaannya akan tetap sulit dibedakan. Cara terbaik untuk melihat perbedaannya adalah dengan memotret bulan purnama dalam posisi perigee dan memotret juga bulan purnama dalam posisis apogee (tentunya dengan pengaturan kamera yang sama). Terkadang ketika kita menemukan hal yang tidak lazim, beberapa orang mengaitkannya dengan suatu peristiwa tertentu semisal bencana dan lain-lain.
Apakah bulan purnama perigee ini akan memberikan efek pada bumi? Meskipun pada kenyataannya bulan berada lebih dekat dari bumi akan tetapi sebenarnya posisi tersebut tidak begitu berpengaruh pada bumi, ibaratnya seseorang yang berjarak 100 meter dari api kemudian ia maju beberapa centimeter tentu perbedaan panasnya tidak (begitu) terasa. Demikian juga dengan bulan, meskipun ia memberikan efek tapi tak cukup kuat untuk menghasilkan gempa dan semacamnya. Yang biasanya terlihat berpengaruh hanya pasang surut air laut itupun hanya beberapa inchi.
3 Purnama Perigee Berurutan
Bulan purnama perigee tahun 2019 ini akan terjadi 3 kali, yaitu pertama, terjadi tanggal 21 Januari 2019 pukul 12.16 WIB. Tepat 12.43 jam sesudah puncak purnama tersebut, atau pada tanggal 22 Januari 2019 pukul 02.59 WIB, bulan akan berada pada jarak 357.342 km dari bumi. Peristiwa kali ini bersamaan dengan terjadinya gerhana bulan yang tidak bisa dilihat dari Indonesia. Pada gerhana bulan yang terjadi tanggal 21 Januari 2019, wilayah yang bisa menyaksikannya dengan jelas adalah Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan, Afrika, dan sebagian kecil wilayah Asia bagian timur laut.
Kedua, sebulan berikutnya, pada tanggal 19 Februari 2019 pukul 22.53 WIB, bulan akan kembali dalam fase purnama perigee. Tepat 6.51 jam sebelumnya, atau pada tanggal 19 Februari 2019 pukul 16.02 WIB, bulan berada pada jarak 356.761 km dari bumi. Ini adalah posisi terdekat satelit alami bumi tersebut sepanjang tahun 2019. Jika cuaca cerah, objek langit ini sangat baik untuk diamati detail permukaannya. Karena saat itu bulan akan lebih jelas teramati jika dibandingkan dengan saat bulan dalam posisi terjauh dari bumi (bulan di apoge), yang akan terjadi pada 14 September nanti.
Ketiga, puncak purnama perigee terjadi lagi pada tanggal 21 Maret 2019 pukul 08.42 WIB dan terjadi saat bulan berada di 359.377 km dari bumi. Mengingat pada tanggal 21 Maret 2019 ini, tepatnya pukul 04.59 WIB, posisi matahari berada di equinox, purnama perigee ini dapat disebut juga sebagai purnama equinox. (Sumenep, 22 Januari 2019)