Tulisan KH. Hamid Wahid sebagai tambahan pemahaman dalam berkalender.
TAHUN BARU MASEHI ATAU TAHUN SYAMSIYAH ADALAH MILIK UMAT ISLAM
Memasuki Tahun Baru 2019 Masehi
Tahun ini tahun umat Islam, bukan tahun orang Kristen
Rugi besarlah umat Islam kalau tahun ini disebut sebagai tahun Kristen.
Orang Arab menyebut tahun ini sebagai tahun Syamsiah. Tahun yang menggunakan peredaran matahari sebagai penentu penghitungan waktunya.l Bahasa Arabnya disebut Falak.
Sedangkan kalender satunya lagi *Tahun Qamariah* (Hijriah), yang menggunakan peredaran bulan sebagai penentu penghitungannya. Orang Arab menyebutnya Qamariah.
Tahun Qamariah sudah digunakan oleh Bangsa Parsi 6000 tahun yang lalu, sejak zaman Nabi Ibrahim. Orang Suku Maya juga menggunakan kalender matahari sejak 6000 tahun yang lalu.
“Saya sangat keberatan kalau tahun Syamsiah (Masehi ) tahunnya orang Kristen, karena sangat merugikan kita. Tahun Masehi digunakan orang Kristen karena pada waktu itu dipaksa oleh Raja Rumawi yang menjajah Palestina sewaktu Yesus lahir. Makanya Nabi Isa lahir ditulis menggunakan kalender matahari,” kata KH.Tengku Zulkarnain di Masjid Daaruttaqwa, Wisma Antara.
Penetapan kalender matahari sampai sekarang tahun 2017 dimulai oleh Pendeta.
Waktu itu seluruh jajahan Eropa diwajibkan oleh Paus menggunakan kalender matahari. Bangsa Indonesia dijajah Belanda, menggunakan kalender matahari.
Tapi Sultan Agung menggunakan kalender bulan, dengan bahasa Jawa seperti Rebo Pahing, Jum’at Kliwon, dan seterusnya.
Ternyata kalender matahari tertera dalam Al-Qur’an, tapi tidak ada di Injil dan Bibel (Taurat). Oleh karena itu kalender matahari jangan disebut sebagai tahunnya orang Kristen.
” Bagaimana kita mau menyebut kalendernya orang Kristen sedangkan di Kitab Sucinya tidak tertulis. Mereka karena dipaksa oleh _Julius Caesar_ menggunakan kalender matahari. Sedangkan kalender kita ditulis di Al-Qur’an. Kan hebat,” katanya.
Ayat yang menulis tentang kalender matahari Surat Al-Isra, ayat 12.
”Dan Kami jadilan malam dan siang sebagai dua tanda (kebesaran Kami). Kemudian Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang benderang agar kamu (dapat) mencari karunia dari Tuhanmu, dan agar kamu mengetahui bilangan tahun dan penghitungan (waktu). Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.
Fungsi kedua matahari disebutkan dalam al-Qur’an untuk menghitung tahun (matahaari) dan menghitung waktu (matahari), karena ada juga penghitungan waktu Qomariah.
Perhitungan waktu matahari dalam setahun berbeda 11 hari dengan perhitungan bulan, sehingga setiap 30 tahun, tahun Syamsiah menjadi 31 tahun.
Mengenai tahun bulan, Allah wahyukan dalam Surat Yunus ayat 5 dan 6.
“ Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Sesungguhnya pada pergantian malam dan siang, dan apa yang diciptakan Allah di langit dan bumi, pasti terdapat tanda-tanda (kebesaran-Nya) bagi orang-orang yang bertaqwa.
Dalam surat Yasin ayat 38 – 40 juga dijelaskan, “Dan matahari berjalan di tempat perederannya. Demikianlah ketetapan (Allah) Yang Mahaperkasa dan Mahamengetahui. Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga_ (setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir) _kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak bisa mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya.
*Dalam pengamalan hidup sehari-hari, tahun matahari dan tahun bulan sama-sama dipakai*.
Kalau menentukan waktu shalat menggunakan perhitungan matahari, karena kegiatan manusia banyaknya dilakukan di siang hari.
Waktu istirahat kerja, di negara mana pun, waktunya tepat pada saat makan siang dan waktu shalat dhuhur. Berhenti kerja, bertepatan dengan waktu shalat ashar. Saat maghrib, orang kebanyakan sudah berhenti bekerja semua.
Saat maghrib dan isya, waktunya sengaja oleh Allah didekatkaan agar mereka bisa langssung istirahat dan tidur.
Dalam Al-Qur’an disebutkan, “Waktu malam dijadikan untuk tidur.”.
Menurutnya, tidur yang paling nikmat setelah Isya.’ Nabi menganjurkan agar segera tidur malam agar bisa bangun lagi pada malam hari untuk shalat tahajud.
*Dalam kegiatan ibadah puasa, perhitungan tahun matahari dan tahun bulan sama-sama dipakai.*
Dalam Hadis Nabi dijelaskan,
“Berpuasalah kamu sekalian karena melihat bulan dan berlebaranlah kamu dengan melihat bulan.”
Berarti dalam menentukan awal Ramadhan dan 1 Syawal menggunakan bulan.
Sedangkan mulai berhenti makan (imsyak) dan berbuka puasa, penentuan waktunya menggunakan matahari._
Jadi penentuan awal puasa dan 1 Syawal menggunakan bulan dan penentukan sahur dan berbuka puasa mengunakan matahari. Tidak ada yang menyebutkan penentuan awal Ramadhan dan 1 Syawal mengikuti Saudi Arabia. Kalau mengikuti Saudi, tidak sah puasanya. Demikian pula Idul Adha dan wukuf di Arafah, tidak ada urusan dengan Saudi Arabia.
Urusan haji juga diterangkan oleh Allah dalam Al-Qur’an,
“Mereka bertanya kepadamu Muhammad tentang bulan, Jawab Muhammad untuk menetapkan waktu bagi manusia dan haji.”
Wukuf itu ditentukan oleh bulan, tapi anehnya “Sebagian orang menentukannya melalui Saudi Arabia. Saudi Arabia saja menentukannya melalui bulan, masa kita melihat Saudi,” katanya.
Mengikuti wukuf ikut waktu Saudi menurut pendapatnya, salah fatal sekali.
Saudi hari ini sudah wukuf berarti umat Islam di Indonesia besok harus Lebaran Haji. Yang namanya ikut itu di depan.
“Kita shalat Idul Adha jam 07.00, sedangkan di Saudi masih jam 2 malam. Berarti kita tidak ikut Saudi melainkan mendahului Saudi. Kalau kita ikut Saudi, mana dalilnya? Kalau ikut bulan, dalilnya jelas ada dalam Hadis dan Al-Qur’an,” tambahnya. (Semarang, 10/01/19)