Ayat keempat surat al-fatihah ini menandakan sifat-sifat Allah Swt yang maha sempurna dan kekuasaanNya yang tiada tanding. Dialah yang wajib disembah (uluhiyah) karena mencipta, Dialah yang patut dipuji karena mengaturnya (rububiyah) dan Dia pula yang meminta pertanggungjawaban karena pemilik pengadilan (milkiyah atau mulukiyah).
Kehidupan manusia melewati tiga masa berbeda, yakni masa penyapihan (dalam rahim ibu), masa aktualisasi (dalam rahim alam semesta) dan masa pertanggungjawaban (dalam rahim akhirat/pembalasan). Dari tiga masa ini manusia harus menjalaninya dengan benar dan tepat, karena, -sebagai Hakim yang maha adil-, Allah Swt. akan menunjukkan seluruh amal perbuatan manusia secara individual pada masa aktualisasi di dunia berdasar standar pengaturan (setelah pemeliharaan, pendidikan dan pembimbingan) Allah Swt. yang dituangkan dalam al-Quran dan Hadis.
Ada dua bacaan populer (pada ayat keempat) ini berdasar riwayat mutawatir, pertama, malik yang berarti raja dan kedua, maalik yang bermakna pemilik. Dua arti ini tentu adalah dua hal yang sangat tepat menjadi pemahaman kita. Karena Allah Swt. dalam konteks kehidupan kita adalah Raja Diraja, tak ada raja yang pantas dipersamakan kekuasaannya, sekaligus sebagai pencipta alam ini adalah pemiliknya, yang seluruh penghuninya harus tunduk dan patuh kepadaNya.
Ketidak patuhan kita harus dipertanggungjawabkan kepadaNya. Semua perbuatan kita pada masa aktualisasi tercatat dengan baik, sebagaimana ketaatan kita kepadaNya. Semua akan mendapatkan balasan, dan pada hari itulah balasan akan dipertunjukkan. Dialah, Tuhan pemilik hari pembalasan. (Tanggul, 29/12/18)