Perbedaan penetapan awal bulan menarik untuk dikaji, karena semakin dikaji semakin tampak perbedaannya. Pemicu perdebatannya adalah berkisar tentang hisab dan rukyat. Konsep ini, sepertinya, tidak dapat disatukan saat sudah melekat pada ornganisasi tertentu yang memeganginya secara berbeda. Perbedaan konsepnya dimulai dari persoalan metodologi pemahaman atas dasar hadis yang sama. Dengan menggunakan pendekatan ilmu hadis (bagian dari metodologi pemahaman), sangatlah urgen ditelusuri otentisitas hadis-hadis tersebut, baik sisi sanad maupun matannya.
Dasar hadis yang menjadi sumber penetapan awal bulan hijriyah sangatlah banyak. Khusus hadis terkait rukyatul hilal dapat dinyatakan bahwa baik sanad maupun matannya adalah otentik, karena kualitas para perawi yang adil dan tsiqah serta ketersambungan sanadnya, termasuk koherensi materi atau isi hadisnya dengan al-Quran maupun hadis-hadis lainnya yang dinyatakan lebih kredibel.
Hadis-hadis tersebut diriwayatkan oleh 9 perawi hadis terkemuka, yaitu Ibnu Abbas meriwayatkan 60 hadis, Abu Hurairah meriwayatkan 44 hadis, Ali Ibn Abi Thalib meriwayatkan 21 hadis, Hudzaifah Ibn al-Yaman meriwayatkan 13 hadis, Abu Umamah al-Bahily meriwayatkan 12 hadis, ‘Aisyah Ummul Mukminin meriwayatkan 6 hadis, Abdullah Ibn Umar meriwayatkan 5 hadis, Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan meriwayatkan 5 hadis, dan Abu Darda’ meriwayatkan 4 hadis, serta 9 muhaddis lainnya yang kualitas para perawi dinyatakan adil, tsiqah dan sanadnya tersambun. Begitu juga, koherensi materi atau isi hadisnya dengan al-Quran maupun hadis-hadis lainnya yang dinyatakan lebih kredibel. Dengan demikian, hadis-hadis terkait rukyatul hilal dapat dinyatakan sebagai hadis sahih, sebagai hujjah dan dasar penetapan awal bulan (Semarang, 20/11/2018)