Tulisan ini dielaborasi untuk mengungkap, pertama, konsepsi hermeneutik Fazlur Rahman dan kedua, penerapannya pada teks-teks matan hadis tentang Rukyatul Hilal. Walaupun secara faktual menunjukkan bahwa kajian hadis tidak sepopuler Al-Qur’an, kajian terhadap hadis ini justru membawa dampak yang tidak pernah tuntas dan masih diperdebatkan sampai saat ini. Rentang waktu yang sangat panjang antara wafatnya Nabi dengan pencatatan hadis, memungkinkan masuknya unsur-unsur luar yang sangat mempengaruhi otentisitas sebuah hadis. Untuk itu, mengeksplorasi kajian hermeneutika Fazlur Rahman ini menjadi penting dilakukan. Kajian ini menggunakan studi pustaka dengan analisa dekriptis-analitis
Dari pendekatan tersebut ditemukan beberapa dua hal, yaitu; pertama, kegelisahan Rahman terhadap otentisitas hadis dijawab dengan teori pembedaan makna sunnah dan hadis. Kemudian, Rahman melakukan pemaknaan hadis dengan pendekatan Double Movement. Hal ini dilakukan untuk menangkap makna legal spesifik dan ideal moral dari teks hadis tersebut, dan kedua, hasil pemaknaan terhadap teks-teks hadis rukyatul hilal adalah (1) dari pemahaman legal spesifik menunjukkan bahwa penetapan awal bulan dengan menggunakan hitungan hari antara 29 sampai 30 hari (jika harus digenapkan). Pemaknaan secara legal spesifik ini tentu tidak bisa diterapkan saat ini, karena perkembangan zaman yang tak terelakkan, di samping alat komputasi yang canggih juga alat rukyat yang menakjubkan, dan (2) sedangkan makna ideal moralnya yaitu; (a) jumlah hari puasa berkisar antara 29 sampai 30 hari, (b) penetapan awal dan akhir bulan puasa harus ditentukan dengan rukyat (baik bil ‘aini maupun bir ra’yi), (c) kesaksian rukyat harus dikuatkan dengan bukti (rukyat bil ilmi dengan komparasi berbagai perhitungan dan rukyat bir ra’yi dengan saksi orang atau alat) dan (d) pemberlakuan hasil rukyat bersifat lokalistik berdasarkan daerah (wilayat al-hukmi) masing-masing.