Perempuan adalah realitas kehidupan yang menjadi subordinat dari berbagai kepentingan, termasuk penafsiran agama yang “dipelintir“ demi kepentingan sesaat. Perempuan seolah tidak memiliki ruang (space) personal yang azasi untuk mengekpresikan kebutuhan spiritualitasnya. Di Madura sama sekali berbeda, terbukti kaum perempuan mendapat pengakuan yang setara dengan kaum laki-laki, terdapat diantara mereka menjadi mursyidah di beberapa tarekat, khususnya Tarekat Naqsyabandiyah Mazhariyah. Pengakuan ini menegaskan bahwa agama merupakan ekspresi kemanusiaan (expresssion of humanity). Dan fenomena perempuan menjadi mursyid adalah puncak dan sejarah baru dalam pengalaman spiritualitas mereka (ultimate of spirituality).